Shalat
Id diantara Masjid dan Gereja
Ini
adalah suatu hari yang istimewa yang dihiasi gema takbir, dan pagi yang cerah
ketika matahari memancarkan sinar hangatnya, menembus kabut tipis di
langit-langit hingga sinarnya jatuh disini, di lapangan. Ya lapangan Pastoran, dimana
tempat ribuan umat muslim setempat yang berkumpul untuk mengikuti shalat Id
yang akan dilaksanakan pagi ini. Aku dan keluarga, ada diantara kerumunan yang
akan melaksanakan shalat Id.
Hari
raya Idul Fitri 1435 H, aku dan keluarga memulai pagi dengan bersiap mengikuti
shalat Id, jarak tidak begitu jauh dari rumah, dengan menggunakan sepeda motor
aku menuju lapangan Pasturan. Terlihat beberapa orang yang mengatur jalan menuju
lapangan itu agar tetap lancar, sesampainya aku mencari tempat parkir, beberapa
tempat sudah penuh kendaraan, disisi kanan maupun kiri jalan sudah penuh sesak
mobil dan sepeda motor, aku melihat ada ruang kosong diantara sepeda ditrotoar dan berniat memarkirkannya ditempat
itu, aku tidak menyadari beberapa orang yang berada di bangunan tua berarsitektur
belanda tersebut, memenggil menyuruhku dan beberapa orang dibelakangku untuk
memasukan kendarannya dan mempersilahkan memakirkan dihalaman bangunan belanda
dengan lambang salib diatasnya, orang-orang menyebut tempat itu Bluderan.
Aku pun memakirkan kendaran di halaman Bluderan
dan berhenti di sudut bangunan, diikuti beberapa orang yang juga memarkirkan
kendaraannya, sementara ayah berbincang akrab dengan beberapa orang yang menyuruh
aku memakirkan kendaraan dihalaman bluderan, orang-orang itu dikenal sebagai
bluder beberapa menyebutnya pastor sedangkan ibu sudah berjalan bersama teman lama yang
baru dijumpainya, beberapa orang berjalan dan saling menyapa satu sama lain,
meminta maaf dan bertakbir, mereka berjalan berduyun-duyun dengan pohon-pohon
menjulang tinggi yang tertata rapi ditepi trotoar menuju lapangan Pasturan, aktivitas
seperti ini selalu aku temui ketika lebaran tiba, para Bluder setempat berbaik
hati meyediakan tempat parkir di Bluderan, sekolah dan gereja, mereka ikut membantu memperlancar jalannya shalat Id
dari awal samapi akhir.
Entah
kenapa mataku merasa nyaman ketika memandangi mereka saling menyapa. Begitulah
setiap tahun pada hari besar selalu ada sapaan meski berbeda keyakinan, dan
akan menjadi sebuah momen yang membekas indah ketika lebaran bagi saya dan bagi
orang yang pertama berkunjung dan
menyempatkan shalat Id di lapangan tersebut.
Tempat
yang aku bicarakan ini berada di sebuah Kecamatan kecil bernama Muntilan berada
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan jika dipandang jauh ke segala arah tempat tersebut,
terlihat deretan pohon, bangunan berarsitektur belanda, pemukiman, dan sebuah lapangan sepak bola,
tapi daerah ini unik dan istimewa, karena ada dua masyarakat berbeda keyakinan
tinggal berdampingan, yang hanya dipisahkan oleh jalan tidak begitu besar yang
terbentang dari utara ke selatan, dan bercabang berupa jalan kecil dari timur
ke barat yang membentuk dua blok disisi barat. Di sisi timur ada pemukiman
warga katolik dengan bangunan belanda yang besar yang berfungsi sebagai sekolah
dan gereja, dan sisi barat ada pemukiman warga muslim dengan jalan kecil,
disisi paling utara terdapat pemakaman milik warga katolik, bluderan dan
sekolah TK katolik, juga terdapat sebuah lapangan sepak bola, disisi selatannya
terdapat pemukiman warga muslim kauman dengan sebuah pondok pesantren, masjid
yang cukup besar dan sekolah TK kauman.
Lapangan
sepak bola tersebutlah yang selalu menjadi tempat shalat Id setiap hari besar
islam oleh warga muslim setempat dan sudah berlangsung belasan tahun bahkan
sejak ayah saya kecil, lapangan ini dikenal sebagai lapangan pasturan, ya
orang-orang sekitar menyebutnya lapangan pastoran bukan tanpa sebab, ini karena
lapangan yang berada di komplek katolik dengan gerejanya yang besar dan sering
dijumpai pastor atau bluder, mungkin itu sebabnya lapangan ini disebut lapangan
pastoran, walaupun sebernarnya lapangan itu milik pememerintah daerah.
Begitulah
setiap tahunnya, tetapi toleransi seperti ini tidak hanya terjadi dihari besar
saja, dalam kehidupan sehari-hari mereka hidup berdampingan, penuh dengan
sapaan antara warga katolik dan warga kauman. Satu contoh toleransi antarumat
beragama yang patut diteladani, masing-masing pihak saling menghormati ketika
perayaan hari bersar tiba, ini yang terjadi disebuah kota kecil bernama
Muntilan.
Seorang ibu
sedang menggandeng putranya didepan ribuan umat muslim, terlihat di belakang
bangunan tua berarsitektur Belanda yang berfungsi sebagai Gereja